A. Pengertian
Wilayah (Region)
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkaan
administratif dan/ aspek fungsional.
Wilayah
adalah area di permukaan bumi yang dibatasi oleh kenampakan tertentu yang
bersifat khas dan membedakan wilayah tersebut dengan wilayah lainnya. Misalnya,
wilayah hutan berbeda dengan wilayah pertanian, wilayah kota berbeda dengan
perdesaan.
B.
Pembagian Wilayah
1)
Wilayah Formal (Formal Region)
Wilayah
formal adalah suatu wilayah yang dicirikan berdasarkan keseragaman atau
homogenitas tertentu. Oleh karena itu, wilayah formal sering pula disebut
wilayah seragam (uniform region).
Wilayah
formal berdasarkan kriteria fisik didasarkan pada kesamaan topografi, jenis
batuan, iklim, dan vegetasi. Misalnya, wilayah pegunungan kapur (karst),
wilayah beriklim dingin, dan wilayah vegetasi mangrove. Wilayah formal
berdasarkan kriteria sosial budaya, seperti wilayah suku Asmat, wilayah
industri tekstil, wilayah Kesultanan Yogyakarta, dan wilayah pertanian sawah
basah.
2)
Wilayah Fungsioanal (Nodal Region)
Wilayah
fungsional adalah wilayah yang dicirikan oleh adanya kegiatan yang saling
berhubungan antara beberapa pusat kegiatan secara fungsional. Misalnya,
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
3)
Perwilayahan
Perwilayahan
(regionalisasi) adalah suatu proses penggolongan wilayah berdasarkan
kriteria tertentu. Klasifikasi atau penggolongan wilayah dapat dilakukan secara
formal maupun fungsional.
Penggolongan
wilayah secara garis besar terbagi atas:
a)
Natural Region (Wilayah
Alamiah atau Fisik); berdasarkan ketampakan alami, seperti wilayah pertanian
dan kehutanan.
b)
Single Feature Region (Wilayah
Ketampakan Tunggal); berdasarkan pada satu ketampakan, seperti wilayah
berdasarkan iklim, hewan, atau iklim saja.
c)
Generic Region (Wilayah
Berdasarkan Jenisnya); didasarkan pada ketampakan jenis atau tema tertentu.
Misalnya di wilayah hutan hujan tropis yang ditonjolkan hanyalah flora tertentu
seperti anggrek.
d)
Specific Region (Wilayah
Spesifik atau Khusus); dicirikan kondisi grafis yang khas dalam hubungannya
dengan letak, adat istiadat, budaya, dan kependudukan secara umum. Misalnya
wilayah Asia Tenggara, Eropa Timur, dsb.
e)
Factor Analysis Region (Wilayah
Analisis Faktor); Penentuan wilayah berdasarkan analisis faktor terutama
bertujuan untuk hal-hal yang bersifat produktif, seperti penentuan wilayah
untuk tanaman jagung dan kentang.
C.
Tata Ruang
Tata
ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan
maupun tidak. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman system
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. Pola
pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara
sekuensial (berkesinambungan dari masa ke masa).
Penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional
D.
Pembangunan wilayah
Menurut
Mohamma Ali, pembangunan merupakan setiap upaya yang dikerjakan secara
terencana untuk melakukan perubahan yang memiliki tujuan utama untuk
memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan, dan kualitas manusia.
Dalam
perspektif geografi pembangunan adalah manajemen ruang. Pembangunan daerah
adalah seluruh pembangunan yang dilaksanakan di daerah dan meliputi aspek
kehidupan masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya
gotong royong serta partisipasi masyarakat secara aktif.
E.
Pusat Pertumbuhan
Setiap
wilayah memiliki potensi yang berbeda-beda. Potensi suatu wilayah dapat dilihat
dari berbagai aspek, baik aspek fisik maupun sosial budaya yang terdapat di
wilayah tersebut. Dalam mengidentifikasi potensi suatu wilayah agar menjadi
pusat pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara menginventarisir potensi utama
yang ada di daerah tersebut. Misalnya, Pulau Bali merupakan suatu wilayah yang
memiliki potensi utama wisata alam dan sosial budaya.
Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota atau RTRW Kota adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah kota.
Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum (PerMen PU) No.17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan
ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Komponen
utama penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota meliputi tahap:
a)
persiapan,
b)
proses pengumpulan data dan informasi,
c)
proses analisis,
d)
proses perumusan konsep yang dituangkan dalam konsep
pengembangan dan materi teknis, serta
e)
penyusunan naskah raperda.
Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional
Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan
ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang.
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun,
ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun.
Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi adalah rencana tata ruang yang bersifat umum
dari wilayah provinsi. Dalam penyusunannya harus mengacu pada RTRWN, pedoman
bidang penataan ruang, dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang yang
bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi
penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten,
rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten,
arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten.
Teori
Titik Henti
Teori
titik henti adalah teori yang dapat dimanfaatkan dalam kajian keruangan
geografi. Teori titik henti dapat menjadi dasar pembatasan wilayah-wilayah
fungsional. Penerapan teori titik henti dalam geografi mempermudah pembatasan
wilayah fungsional yang terlalu sulit dilakukan dengan metode survei lapangan.
Sehingga, penerapan teori titik henti dapat menjadi alternatif pembatasan
wilayah sosial. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan
penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan
dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau
oleh penduduk setiap wilayah.
Teori
ini digunakan untuk:
1.
Menentukan lokasi suatu unit usaha ekonomi (pasar,
SPBU, shopping center)
2.
Menentukan lokasi sarana kesehatan (rumah sakit,
klinik)
3.
Menentukan lokasi sarana pendidikan (sekolah, kampus,
pusdiklat)
Teori
ini dapat digunakan jika memenuhi beberapa syarat yaitu:
1.
Keadaan ekonomi penduduk relatif sama
2.
Topografi wilayah datar
3.
Sarana prasarana transportasi memadai
4.
Daya beli masyarakat sama
Rumus:
Keterangan
:
DAB = Jarak lokasi titik henti yang diukur dari
lokasi A
DBA = Jarak lokasi titik henti yang diukur dari
lokasi B
DAB = DBA
= Jarak antara lokasi A dan B
PA = Jumlah populasi di lokasi A
PB = Jumlah populasi di lokasi B
Contoh
:
Jumlah
wisatawan di obyek wisata A setiap hari adalah 25.000 orang sedangkan di Obyek
Wisata B adalah 50.000 orang setiap hari. Jarak antara obyek wisata A dengan B
adalah 30 km, maka lokasi yang baik untuk didirikan fasilitas penginapan yang
dapat melayani kedua tempat tersebut adalah:
Jadi,
lokasi ideal dalam penempatan fasilitas penginapan sehingga terjangkau oleh
wisatawan di obyek wisata A maupun B adalah 12,43 km dari obyek wisata A atau
17,57 dari obyek wisata B.
F.
Permasalahan dalam penerapan tata ruang wilayah
Beberapa
tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam penerapan tata ruang wilayah,
antara lain:
1)
Jumlah penduduk yang sangat besar, dan kemiskinan.
2)
Kesenjangan antar wilayah.
3)
Bencana alam yang tinggi. dan
4)
Krisis pangan, energi, dan air serta perubahan iklim.
Permasalahan
yang dihadapi penerapan tata ruang wilayah:
1)
Meningkatnya kebutuhan tanah untuk kegiatan
pembangunan.
2) Terjadi alih fungsi lahan. Konflik kepentingan
antar-sektor (kehutanan, pertambangan, lingkungan, perasarana wilayah, dll)
3)
Konflik antar-wilayah: Pusat-Daerah dan Antardaerah.
4)
Penggunaan ruang tidak sesuai peruntukan.
5)
Menurunnya luas kawasan yang berfungsi lindung,
kawasan resapan air dan meningkatnya DAS kritis.
Pelanggaran
yang sering muncul:
1)
Pertama adalah penggunaan lahan, sudah bukan rahasia
lagi bahwa pada sektor penggunaan lahan adalah sektor pelanggaran yang paling
banyak terjadi di Indonesia,
2)
Kedua kualitas ruang karena ekslusivitas permukiman,
dan ketiga kesenjangan pembangunan antar wilayah.