Penyusun
Nama :
Waspodo Ari Wibowo
NPM :
1623012002
Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan
Mata Kuliah : Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi
Dosen :
1. Dr. Sowiyah, M.Pd.
2. Hasan Hariri, M.BA., Ph.D.
Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
25 November 2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah
SWT karena saya dapat menyelesaikan makalah yang bertujuan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Saya ucapkan terimkasih kepada Yth Ibu Dr. Sowiyah, M.Pd. dan Bapak Hasan Hariri, MBA, Ph.D. Selaku tim
dosen mata kuliah Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasiyang telah membimbing saya agar dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya
siap menerima kritik dan saran supaya penyusunan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih dan semoga karya tulis ini
bermanfaat bagi saya dan bagi pembaca.
Bandar
Lampung, 22 November 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL …………………………………………………
KATA
PENGANTAR ………………………………………………..
DAFTAR
ISI ………………………………………………………….
BAB
I PENDAHULUAN …………………………………………….
I.1
Latar Belakang …………………………………………………….
I.2
Rumusan Masalah …………………………………………………
I.3
Tujuan ……………………………………………………………..
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pengambilan Keputusan
2.2
Perilaku Individu dalam Pengambilan Keputusan
2.3 Mutu Sebuah Pengambilan Keputusan
2.4 Strategi Pengambilan Keputusan
2.5 Peran Kepemimpinan
2.6 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan
Keputusan
2.7 Peran Kepemimpinan dalam Membangun
Tim
2.8 Peran
Kepemimpinan dalam mengendalikan Konflik
BAB
III PENUTUP …………………………………………………..
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………...
|
i
ii
iii
2
2
3
3
4
4
4
6
7
10
30
11
12
16
17
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Sejak lama
diketahui bahwa terdapat dua peranan yang berbeda dalam organisasi. Yang
pertama disebut peran kepemimpinan –mengerjakan
hal yang benar, ini ada hubungannya dengan visi dan arah. Yang kedua
disebut peranan manajemen -mengerjakan
hal secara benar, atau pelaksanaan.
Jika orang
berbicara tentang efektivitas, pada dasarnya mereka sedang berbicara tentang
visi dan arah. Efektivitas ada hubungannya dengan memfokuskan energi organisasi
ke suatu arah tertentu. Kalau orang berbicara tentan efisiensi, mereka membahas
sistem dan prosedur cara pekerjaan dilaksanakan.
Perbedaan yang
signifikan antara peran kepemimpinan dan manajemen ini juga dihubungkan dengan
otak kiri dan kanan. Peran menejemen utamanya diatur oleh otak kiri dan peran
pemimpin diatur oleh otak kanan. Oleh karena itu, disarankan untuk mengelola dari kiri, memimpin dari kanan.
Dalam hubungannya
dengan dinamika organisasi, maka peran kepemimpinan tidak terlepas dari
pembagiannya serta keterkaitannya dengan aspek pengambilan keputusan dan
membangun tim.
Dalam suatu organisasi
selalu melibatkan beberapa orang yang saling berinteraksi secara intensif.
Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur yang dapat membantu dalam usaha
pencapaian tujuan bersama. Agar pelaksanaan kerja dalam organisasi dapat
berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan,
metode kerja, bahan baku, dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan
sumber daya ini disebut dengan manajemen. Sedangkan inti dari manajemen adalah
kepemimpinan (leadership) ( Siagian, 1980).
Upaya membangun
keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan
teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi
terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan
pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan
untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut
meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam
kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi
perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses
persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi
antar konsep kepemimpinan-kekuasaan-politik dalam organisasi, kemampuan
memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan
budaya organisasi yang ideal.
1.2 Rumusan Masalah
Pada makalah ini penulis
akan menjelaskan masalah:
1.
Pengertian
Pengambilan Keputusan;
2.
Perilaku Individu
dalam Pengambilan Keputusan;
3.
Peranan Kepemimpinan
dalam Pengambilan Keputusan Membangun Tim;
4.
Mutu Sebuah
Pengambilan Keputusan;
5.
Strategi
Pengambilan Keputusan dalam Membangun Tim;
6.
Peran kepemimpinan dalam pengambilan keputusan dan
membangun tim.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui Pengertian
Pengambilan Keputusan;
2.
Mengetahui Perilaku
Individu dalam Pengambilan Keputusan;
3.
Mengetahui Peranan
Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan Membangun Tim;
4.
Mengetahui Mutu
Sebuah Pengambilan Keputusan;
5.
Mengetahui Strategi
Pengambilan Keputusan Membangun Tim;
7.
Mengetahui Peran kepemimpinan
dalam pengambilan keputusan; dan membangun tim.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pengambilan Keputusan
Pada hakekatnya pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan
fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil
tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Pengertian diatas menunjukan ada lima hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal yang
terjadi secara kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara
sembrono.
3. Sebelum sesuatu masalah dapat dipecahakan dengan baik,
hakekatnya dari pada masalah itu harus diketahui dengan jelas
4. Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan ilham
atau dengan mengarang, tetapi harus didasarkan pada fakta yang terkumpul,,
terolah dengan baik dan disimpan secara teratur sehingga dapat dipercayai
5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah
dipilih dari berbagai alternatif yang ada dari berbagai alternatif yang
dianalisis dengan matang.
Kesemuanya ini menunjukan bahwa pengambilan keputusan
sebagai tugas terpenting dan terutama bagi seorang pemimpin yang baik, bukan
merupakan tugas mudah dan bahwa apabila seorang ingin diakui sebagai seorang
pemimpin yang baik maka orang tersebut sepanjang karirnya harus teratur dan
berkesinambungan dengan kemampuan mengambil keputusan. Dengan kata lain
pengambilan keputusan adalah suatu teknik untuk memecahkan suatu masalah dengan
mempergunakan teknik-teknik ilmiah.
2.2
Perilaku Individu dalam Pengambilan Keputusan
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk
interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap
individu dalam organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain,
dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang
berbeda. Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan
pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang
dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu organisasi
atau yang lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang mempunyai
karakteristik seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki,
pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem penggajian, sistem
pengendalian, dan sebagainya.
Perilaku individu juga dapat dipahami dengan
mempelajari karakteristik individu. Nimran dalam Sopiah (2008) menjelaskan
karakteristik yang melekat pada individu terdiri dari ciri-ciri biografis,
kepribadian, persepsi dan sikap.
Pengambilan keputusan (desicion making) merupakan
tindakan untuk melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan dari beberapa
alternatif yang ada. G. R. Terry
mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang
didasarkan pada kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.
Herbert A. Simon, ahli teori keputusan dan organisasi
mengonseptualisasikan tiga tahap utama dalam proses pengambilan keputusan, sebagai
berikut:
1) Aktivitas inteligensi, berasal dari pengertian militer
"intelligence," Simon mendeskripsikan tahap awal ini sebagai
penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan
2) Aktivitas desain, tahap ini terjadi tindakan penemuan,
pengembangan, dan analisis masalah
3) Aktivitas memilih, tahap ini merupakan tindakan untuk
memilih tindakan/alternatif tertentu dari yang tersedia.
Teori pengambilan keputusan klasik berjalan dalam
asumsi rasionalitas dan kepastian, tetapi tidak begitu halnya dengan teori
keputusan perilaku. Ahli teori perilaku pengambilan keputusan berpendapat bahwa
individu mempunyai keterbatasan kognitif.
Menurut Driscoll (1978), partisipasi dalam pengambilan
keputusan berhubungan dengan efficacy. Efficacy sendiri didefinisikan sebagai
perasaan atau anggapan bahwa seseorang mampu untuk mempengaruhi pembuatan
keputusan dalam organisasi.
Partisipasi seorang individu dalam proses pengambilan
keputusan yang tinggi apabila ia memiliki efficacy yang tinggi, ia memiliki
keyakinan bahwa ia bisa ikut mempengaruhi sistem, proses, dan isi dari
keputusan yang dibuat. Begitu pula sebaliknya, apabila seorang individu
memiliki efficacy yang rendah ia cenderung akan kurang berpartisipasi. Hal ini
disebabkan ia memiliki anggapan bahwa dirinya tidak bisa mempengarui sistem,
proses dan isi dari sebuah keputusan.
2.3
Mutu
Sebuah Pengambilan Keputusan
Di luar dunia ataupun pembuat
keputusan yang bernilai tunggal, setiap orang diharapkan untuk mencapai suatu
sikap tunggal yang objektif. Pembuat keputusan, dimana sampai sejauh mana dia
memiliki kemampuan dalam pengolahan suatu informasi:
1.
Secara menyeluruh mengumpulkan berbagai
macam cakupan yang luas dari suatu tindakan alternative;
2.
Mensurvei semua cakupan tentang hasil dari
sebuah sasaran yang harus dipenuhi dan nilai-nilai yang mencakup sebuah
pilihan;
3.
Secara hati-hati menimbang apapun mengenai
konsekuensi yang negative. Seperti halnya menimbang konsekuensi positif yang
bisa memajukan alternative masing-masing;
4.
Secara intensif mencari informasi baru
yang relevan untuk dievaluasi dari alternative yang ada;
5.
Dengan tepat berasimilasi dan memerhatikan
penilaian yang diberikan oleh para ahli dan informasi yang baru, bahkan ketika
penilaian atau informasi tidak mendukung keadaan tindakan ia pada awalnya;
6.
Memeriksa kembali konsekuensi hal negative
dan hal positif dari semua alternative yang dikenal mencakup hal-hal yang
mula-mula dihormati ternyata merupan suatu pilihan akhir;
7.
Ketentuan yang terperinci untuk menerapkan
atau pelaksanaan tindakan yang terpilih dengan perhatian yang khusus kedalam
rencana darurat yang hanya akan diperlukan jika kita mendapatkan risiko.
Ketika
seorang pembuat keputusan menemukan ketujuh ukuran-ukuran, orientasinya dalam
menuju kepada suatu pilihan ditandai dengan suatu informasi yang penuh dengan
kewaspadaan dalam proses.
2.4 Strategi Pengambilan Keputusan
Dalam proses pengambilan keputusan
ada beberapa metode yang sering di gunakan oleh para pemimpin, yaitu :
1.
Kewenangan Tanpa Diskusi (Authority Rule
Without Discussion)
Metode pengambilan keputusan ini
seringkali digunakan oleh para pemimpin otokratik atau dalam kepemimpinan
militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti
ketika organisasi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus
dilakukan. Selain itu, metode ini cukup sempurna dapat diterima kalau
pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalan-persoalan
rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapatkan persetujuan para
anggotanya.
Namun demikian, jika metode
pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, ia akan menimbulkan
persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidak percayaan para anggota
organisasi terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya, karena mereka kurang
bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat secara
bersama-sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok,daripada keputusan yang
diambil secara individual.
2.
Pendapat Ahli (expert opinion)
Kadang-kadang seorang anggota
organisasi oleh anggota lainnya diberi predikat sebagai ahli (expert), sehingga
memungkinkannya memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode
pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan baik, apabila seorang anggota
organisasi yang dianggap ahli tersebut memang benar-benar tidak diragukan lagi
kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota lainnya.
Dalam banyak kasus, persoalan orang
yang dianggap ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karenasangat sulit
menentukan indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior).
Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas
terbaik; untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang
yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah
seseorang dalam kelompok benar-benar ahli adalah persoalan yang rumit.
3.
Kewenangan Setelah Diskusi (authority rule
after discussion)
Sifat otokratik dalam pengambilan
keputusan ini lebih sedikit apabila dibandingkan dengan metode yang pertama.
Karena metode authority rule after discussion ini pertimbangkan pendapat atau
opini lebih dari satu anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode ini akan mengingkatkan
kualitas dan tanggung jawab para anggotanya disamping juga munculnya aspek
kecepatan (quickness) dalam pengambilan keputusan sebagai hasil dari usaha
menghindari proses diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain, pendapat
anggota organisasi sangat diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan, namun
perilaku otokratik dari pimpinan, kelompok masih berpengaruh.
Metode pengambilan keputusan ini juga
mempunyai kelemahan, yaitu pada anggota organisasi akan bersaing
untukmempengaruhi pengambil atau pembuat keputusan. Artinya bagaimana para
anggota organisasi yang mengemukakan pendapatnya dalam proses pengambilan
keputusan, berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa pendapatnya yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan.
4.
Kesepakatan(consensus)
Kesepakatan atau konsensus akan
terjadi kalau semua anggota dari suatu organisasi mendukung keputusan yang
diambil. Metode pengambilan keputusan ini memiliki keuntungan, yakni
partisipasi penuh dari seluruh anggota organisasi akan dapat meningkatkan
kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para anggota
dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu metode konsensus sangat penting
khususnya yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang kritis dan kompleks.
Namun demikian, metodepengambilan
keputusan yang dilakukan melalui kesepakatn ini, tidak lepas juga dari
kekurangan-kekurangan. Yang paling menonjol adalah dibutuhkannya waktu yang
relatif lebih banyak dan lebih lama, sehingga metode ini tidak cocok untuk
digunakan dalam keadaan mendesak atau darurat.
Keempat metode pengambilan keputusan
di atas, menurut Adler dan Rodman, tidak ada yang terbaik dalam arti tidak ada
ukuran-ukuran yang menjelaskan bahwa satu metode lebih unggul dibandingkan
metode pengambilan keputusan lainnya.
Metode
yang paling efektif yang dapat digunakan dalam situasi tertentu, bergantung
pada faktor-faktor:
a.
Jumlah waktu yang ada dan dapat
dimanfaatkan,
b.
Tingkat pentingnya keputusan yang akan
diambil oleh kelompok, dan
c.
Kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan pengambilan keputusan tersebut.
Dari metode di atas tersebut sangat berpengaruh
dalam pengambilan keputusan, yaitu :
a.
Kekuatan Mental
Kekuatan mental itu sama seperti
prinsip, jadi dalam organisasi harus punya prinsip.
b.
Sanksi
Sanksi sangat perlu dalam organisasi,
agar tidak melakukan kesalahan yang sama baik itu pemimpin maupun anggotanya.
c.
Keahlian
Pemimpin harus punya kekuatan mental
dalam organisasi, jika tidak sama saja seperti pemimpin yang tidak mempuanyi
gelar.
d.
Kharisma
Semua pemimpin harus punya kharisma
agar terus menjadi panutan bagi semua orang. Maka dari itu kharisma merupakan
citra baik yang di miliki seseorang agar menjadi panutan semua orang.
2.5 Peran Kepemimpinan
Kepemimpinan
diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan
sebagai pimpinan suatu kerja untuk memengaruhi perilaku orang lain, terutama
bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui
perilaku yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Peran
dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dari
posisi tertentu. Pemimpin dalam organisasi mempunyai peranan, setiap kerja
membawa serta harapan bagaimana penanggung peran berperilaku. Peran
kepemimpinan dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan
dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin.
2.6 Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan
Keputusan
Kepemimpinan
seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam setiap
pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab
terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Sehingga jika seorang
pemimpin tidak mampu membuat keputusan, seharusnya dia tidak dapat menjadi
pemimpin.
Dilain
hal, pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku mencerminkan karakter bagi
seorang pemimpin. Oleh sebab itu, untuk mengetahui baik tidaknya keputusan yang
diambil bukan hanya dinilai dari konsekuensi yang ditimbulkannya, melainkan
melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan
merupakan salah satu bentuk kepemimpinan, sehingga:
Teori
keputusan merupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalisis situasi
yang tidak pasti atau berisiko, dalam konteks ini keputusan lebih bersifat
perspektif daripada deskriptif
a.
Teori
keputusan adalah merupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalisis
situasi yang tidak pasti atau beresiko, disini keputusan lebih bersifat
perspektif daripada deskriptif.
b.
Pengambilan keputusan adalah proses mental
dimana seorang manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal
lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan
menganalisis data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan
mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya.
c.
Pengambilan keputusan adalah proses
memilih di antara alternatif-alternatif tindakan untuk mengatasi masalah.
2.7 Peran Kepemimpinan dalam Membangun
Tim
Proses pembentukan
Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin
dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian
yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan
pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi
organisasinya.
Tim adalah kelompok kerja yang dibentuk dengan tujuan
untuk menyukseskan tujuan bersama sebuah kelompok organisasi atau masyarakat.
Tujuan dari pembentukan tim di sini adalah membangun
Pedoman umum dalam membentuk atau membangun tim,
yaitu:
a. Menanamkan pada kepentingan bersama
b. Menggunakan seremoni dan ritual-ritual
c. Menggunakan simbol-simbol untuk mengembangkan
identifikasi dengan unit kerja
d. Mendorong dan memudahkan interaksi sosial yang
memuaskan
e. Mengadakan pertemuan-pertemuan membangun tim
f. Menggunakan jasa konsultan bila diperlukan.
1.
Proses Pembentukan
Membangun tim bertujuan agar terjadi kerja sama yang teridentifikasi dalam
unit kerja yang saling berhubungan. Terdapat beberapa pedoman umum dalam
membangun tim, diantaranya:
a.
Menanamkan pada kepentingan bersama
b.
Menggunakan seremini dan ritual-ritual
c.
Menggunakan simbol-simbol untuk mengembangkan
identifikasi dengan unit kerja
d.
Mendorong dan memudahkan interaksi sosial yang memuaskan
e.
Mengadakan pertemuan-pertemuan membangu tim
f.
Menggunakan konsultan bila dibutuhkan
2.
Anggota Tim
Keberhasilan tugas dalam tim akan tercapai bila setiap orang bersedia
bekerja dan memberikan yang terbaik sebagai bagian dari tim. Anggota tim yang
baik memiliki:
a.
Mengerti tujuan yang baik
b.
Memiliki rasa salng ketergantungan dan saling memiliki
c.
Menerapkan bakat dan pengetahuannya untuk sasaran tim
d.
Dapat bekerja secara terbuka
e.
Dapat mengekspresikan gagasan, opini, dan
ketidaksepakatan
f.
Mengerti sudut pandang satu dengan yang lain
g.
Mengembangkan keterampilan dan menerapkan pada pekerjaan
h.
Mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal
i.
Berpartisipasi dalam keputusan tim.
2.8
Peranan Kepemimpin dalam Mengendalikan Konflik
Konflik dapat
diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar kemana-mana dan
memusnahkan jika tidak ditangani secara baik. Proses pengendalian konflik itu
bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya dan
bersumber dari mana, kemudian menuju ke tahap realisasi, penghindaran, intervensi,
pemilihan strategidan implementasidan evaluasi dampak yang ditimbulkan oleh
konflik.
Untuk dapat
mengatasi konflik-konflik yang ada pemimpin dapat memberikan kesempatan kepada
semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi-kondisi
penting yang diinginkan, yang menurut persepsi masing-masing harus dipenuhi
dengan pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia
Meminta satu pihak
menempatkan diri pada posisi orang lain, dan memberikan argumentasi kuat
mengenai posisi tersebut. Kemudian posisi peran itu dibalik, pihak yang tadinya
mengajukan argumentasi yang mendukung suatu gagasan seolah-olah menentangnya,
dan sebaliknya pihak yang tadinya menentang satu gagasan seolah-olah mendukungnya.
Setelah itu tiap-tiap pihak diberi kesempatan untuk melihat posisi orang lain
dari sudut pandang pihak lain.
Kewenangan
pimpinan sebagai sumber kekuatan kelompok. Seorang manajer yang bertugas
memimpin suatu kelompok, untuk mengambil suatu keputusan, atau memecahkan
masalah secara efektif, perlu memiliki kemahiran menggunakan kekuasaan dan
kewenangan yang melekat pada perannya.
Beberapa cara
untuk mengatasi konflik menurut Nader and Todd, dalam salah satu bukunya, The Disputing Process Law In Ten Societies, yaitu :
Bersabar
( Lumping ), yaitu suatu tindakan
yang merujuk pada sikap yang mengabaikan konflik begitu saja atau dengan kata
lain isu- isu dalam konflik itu mudah untuk diabaikan, meskipun hubungan dengan
orang yang berkonflik itu berlanjut, karena orang yang berkonflik kekurangan
informasi atau akses hukumnya tidak kuat.
Penghindaran (
Avoidance ), yaitu suatu tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri hubungannya dengan cara meninggalkan konflik,
didasarkan pada perhitungan bahwa konflik yang terjadi atau dibuat tidak
memiliki kekuatan secara sosial, ekonomi dan emosional.
Kekerasan atau paksaan ( Coercion
), yaitu suatu tindakan yang diambil dalam mengataasi konflik jika dipandang
bahwa dampak yang ditimbulkan membahayakan.
Negosiasi (
Negotation ) ialah tindakan yang
menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang-
orang yang berkonflik secara bersama – sama tanpa melibatkan pihak ketiga.
Kelompok tidak mencari pencapaian solusi dan term satu aturan, tetapi membuat
aturan yang dapat mengorganisasikan hubungannya dengan pihak lain.
Konsiliasi (
Conciliation ), yaitu tindakan untuk
membawa semua yang berkonflik kemeja perundingan. Konsiliator tidak perlu
memeinkan secara aktif satu bagian dari tahap negosiasi meskipun ia mungkin
bisa melakukannya dalam batas diminta oleh yang berkonflik. Konsiliator sering
menawarkan konstektual bagi adanya negosiasi dan bertindak sebagai penengah.
Mediasi (
Mediation ), hal ini menyangkut pihak
ketiga yang menangani/ membantu menyelesaikan konflik agar tercapai
persetujuan.
Arbritasi (
Arbritation ), kedua belah pihak yang
berkonflik setuju pada keterlibatan pihak ketiga yang memiliki otoritas hokum
dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya.
Peradilan (
Adjudication ), hal ini merujuk pada
intervensi pihak ketiga yang berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian
konflik, apakah pihak- pihak yang berkonfllik itu menginginkan atau tidak.
Pendekatan berikut
ini dapat digunakan sebagai kontribusi peran kepemimpinan dalam mengendalikan/
menyelesaikan konflik :
a. Sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya
konflik. Konflik tidak dapat diselesaikan jika permasalahan pokoknya
terisolasi. Konflik sangat tergantung pada konteks dan setiap pihak yang
terkait seharusnya memahami konteks tersebut. Permasalahan menjadi jelas tidak
berdasarkan asumsi, melainkan jika disampaikan dalam pernyataan pasti.
b. Pendekatan dengan adanya konfrontasi dalam menyelesaikan
konflik biasanya justru mengarahkan orang untuk membentuk kubu. Untuk itu ,
bicarakan pokok permasalahan, bukan siapa yang jadi penyebabnya.
c. Bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan
mempelajari perbedaan. Pada umumnya kemauan mendengarkan sesuatu dibarengi
dengan keinginan untuk memberi tanggapan. Seharusnya kedua belah pihak berusaha
untuk benar- benar saling mendengarkan
d. Sanggup mengajukan usul atau nasehat. Ajukan usul baru
yang disadari oleh tujuan kedua belah pihak dan dapat mengakomodasikan
keduanya. Tawarkan juga kesediaan untuk selalu dapat membantu perwujudan
rencana- rencana tersebut
e. Meminimalisasi ketidakcocokan. Cari jalan tengah
diantara kedua belah pihak yang sering berbeda pandangan dan pendapat. Fokslah
pada persamaan dengan memppertimbangkan perbedaan yang sifatnya tidak mendasar.
BAB III
PENUTUP
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tidak
dapat dipisahkan. Karena dasar untuk menjadi pemimpin bukan hanya alasan suka
satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil sebaiknya
memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan
yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, sifat-sifatnya, keterampilan, bakat,
atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang
pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk
memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar
melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
DAFTAR PUSTAKA
Veithzal Rivai, Zainal, dkk. 2014. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.
Jakarta: Rajawali Pers.
diambil dari: http://msumam.blogspot.co.id/2011/04/peran-kepemimpinan-dalam-mengendalikan.html pada
20-11-2016/09.15